Kekecewaan timbul ketika memasuki satu di antara kampus di Pontianak. Ternyata mahasiswa hanya sekedar duduk santai di parkiran, kantin, lorong-lorong kelas, sekre (sekretariat HIMA/UKM), bahkan di taman-taman kampus. Padahal sebagian dari teman-teman mereka sedang berada di kelas mengikuti perkuliahan. Entah apa saja yang mereka perbincangkan, atau entah kenapa mereka betah berlama-lama di depan laptop dan mengobrol ria di Facebook. Dan entah bagaimana kampus yang seharusnya sebagai tempat menimba ilmu beralih menjadi rumah tongkrongan bagi mereka.
Pemandangan seperti itu memang bukan kasus baru di kalangan mahasiswa. Saya berpendapat bahwa hal ini juga terjadi di kampus mana pun di Indonesia. Sedari dulu yang namanya mahasiswa bandel pasti ada. Namun yang menimbulkan persoalan adalah, kasus tersebut semakin memuncak. Terlebih saat ini kampus-kampus memiliki jalur internet yang membuat mahasiswa tidak perlu repot pergi ke warnet untuk mengunjungi Google. Ditambah pihak kampus membangun taman untuk memudahkan mahasiswa jika ingin mengerjakan tugas sembari menunggu jam selanjutnya. Fasilitas yang diberikan pihak kampus untuk membantu mahasiswa berkembang justru disalahgunakan. Mereka dengan suka hati menggunakan fasilitas tersebut seakan-akan kampus menjadi rumah Bapaknya.
Keasyikan dengan fasilitas dan kenyaman tersebut membuat mereka melupakan tujuan awal mengapa mereka berada di kampus. Seseorang yang disebut mahasiswa masih memiliki kewajiban yaitu kuliah, belajar. Mahasiswa seharusnya seseorang yang telah terbentuk kekritisan dan kedewasaan pikirannya. Mengetahui apa yang seharusnya dilakukan dan bertanggung jawab dengan kewajiban mereka. Tetapi fakta yang terjadi adalah mahasiswa tidak berbeda jauh dengan siswa SMP/SMA. Mereka masih harus diatur oleh dosen atau bahkan orang tua untuk menjalankan kewajiban mereka.
Mereka memang setiap hari ke kampus, menggunakan kemeja rapi dan membawa tas serta laptop. Tapi lihat saja, berapa banyak mahasiswa yang memasuki kelas? Berapa jumlah mahasiswa yang tertinggal di parkiran, berbelok ke kantin, atau malah keterusan ke sekre? Pepohonan dan dinding kantin lah yang menjadi saksi biksu kelakuan mereka.
Dan hal yang semakin memiriskan hati adalah hingga saat ini belum ada satu pihak pun (baik dari kampus maupun mahasiswa) yang bergerak mengatasi problema ini. Padahal jika dibiarkan, kebodohan dan kekerdilan pikiran akan menjadi warna baru bagi generasi di Negara ini. Lama kelamaan kampus tidak lagi menjadi wadah pencipta pejuang bangsa. Maka jangan heran bila kita akan terjajah kembali, tentu dalam versi yang berbeda yaitu terjajah oleh kebodohan dan kedegilan hati.
Harapan kedepan adalah terjadinya perubahan dalam diri mahasiswa Indonesia. kebanggaan terbesar Negara ini berada di pundak mereka yang memiliki pemikiran kreatif, kritis, dan inovatif bagi perkembangan bangsanya. Ingatlah, seseorang yang tidak mau dipimpin dia tidak akan pernah menjadi pemimpin.
kok kayak judul tulisan aku dulu yah...
BalasHapus